Rabu, 06 April 2016

Cinta Sunyi

Suatu waktu sekira jam 11 malam di sekitar Malioboro Jogjakarta, seorang pria terhenyak ketika seseorang yang dianggapnya guru mengajaknya keluar malam itu. Dengan berjalan kaki dia mengikuti saja gurunya itu dari belakang. Sepanjang perjalanan tidak sepatah katapun keluar dari mulut gurunya itu.  Meski tidak tahu tempat yang di tuju, terus saja  dia mengikuti langkah kaki gurunya, pun tidak menanyakan kemana tujuannya malam itu. Setelah berapa lama, rupanya yang dituju adalah sebuah warung wedangan di sekitar terminal yang dulu masih di THR Gondomanan.

Setelah mendapatkan tempat duduk dan memesan minuman, keduanya asyik menikmati rokok sambil sesekali menikmati teh, masih tidak ada kata yang keluar dari keduanya. Dan terus saja begitu yang dilakukan, merokok, minum, merokok, minum, merokok lagi, minum lagi, merokok lagi, minum lagi. Dalam sunyi adegan merokok minum itu dilakukan sampai jam 4 pagi -edan tenan!. Sampai akhirnya  di jam 4 pagi itu gurunya memecah kesunyian.

"Em, coba lihat bisnya sudah lewat belum?'

"Lho bis apa mas?" Dia menjawab dengan pertanyaan.

"Bis Agung, yang dari Malang. Sudah lewat belum?"

Rupanya tujuan gurunya malam itu adalah menunggu datangnya bis malam Agung Anugrah Jurusan Malang -Jogja yang tiba pukul 4 pagi itu. Gurunya sendiri tetap di dalam warung tidak mau melihat sendiri bis itu. Lalu apa sebabnya menunggu bis sampai jam 4 pagi? Soalnya gurunya itu mencintai seorang perempuan asal Malang yang sedang kuliah di Jogja. Jadi dia hanya membayangkan kekasihnya dalam batin yang bukan kekasih nyata itu turun dari bis Agung yang datang pukul empat itu padahal nyatanya tidak. Dia sendiri tidak berani menatap langsung kekasih batinya itu apalagi menyatakan cintanya. Bagi dia cinta yang suci itu menjadi batal jika diterapkan. Dia hormati cintanya begitu rupa sehingga tidak akan menyentuh cintanya, supaya tidak najis cintanya itu.
Satu kisah dari beberapa kisah menarik dari kehidupan Umbu Landu Paranggi seperti yang diceritakan oleh sang murid Emha Ainun Nadjib.

Sekira 25 tahun yang lalu kisah yang hampir sama tentang cinta yang sunyi itu pernah juga sayah alami, tapi kisah sayah tidak seekstrim kisah Umbu.
Kisah ini bermula saat saya SMP atau mungkin lebih awal dari itu, ceritanya sayah tertarik seorang perempuan yang kebetulan masih tetangga saya, teman masa kecil, teman bermanin dan mengaji di sebuah musholla yang sama. Rasa tertarik yang perlahan berubah menjadi cinta, anehnya perasaan cinta itu malah membuat sayah menjauh darinya, ada perasaan malu yang tiba-tiba muncul saat bertemu dengannya. Sayah selalu menghindari saat ada dia di setiap arena permainan atau saat sekedar kumpul dengan teman-teman sepermainan. Pun saat mengaji sayah selalu menghindari berpapasan dengannya. Lalu bagaimana cinta akan bersambut saat tidak ada saling bertemu?

Sayah nekad berkirim surat, hanya bermodalkan keyakinan saja saat itu. Satu tatapan mata saja saat tak sengaja bertemu muka, cukup untuk meyakinkan sayah membuat surat cinta pertama sebab buat mereka yang dibakar api cinta, kata-kata tidak mempunyai makna. Dan gayung pun bersambut. Singkatnya kita tetap berkomunikasi lewat surat tapi masih tetep tanpa pernah saling bicara, dan kalo bertemu pun tanpa saling sapa. Menyapa lewat surat dan kemudian bergumul dengan imajinasi masing-masing. Kami benar-benar berpacaran setelah 8 tahun kemudian saat sama-sama sudah kuliah di Jogja, dan 3 tahun kemudian kami menikah.

Cinta memang terkadang sulit untuk dimengerti dan seringkali cinta bergerak lembut dalam kesunyian, menghanyutkan hati siapa saja yang dilalui.

Selamat Ulang Tahun Enam Aprilku, Istriku tercinta, Ibu dari anak-anakku, terima kasih telah mendampingiku sampai hari ini...Love You 언쟤가지나사랑햬.....