Jumat, 26 April 2013

Kangen Anak-anak

Lemburan yang membabi brutal di pabrik panci tempat sayah kerja. Kerjaan lagi rame-ramenya. Minggu pun  tetep disuruh masuk kerja. Lelah...
Biasanya lelah sepulang kerja kalo lagi di rumah bisa langsung ilang kalo ketemu anak-anak, dan sekarang terasa sekali kehilangan momen ituh.. 








Kangen dengan semua tingkah polah mereka......
Kangen ibunya juga..
Bedanya kalo  ketemu anak lelah bisa ilang kalo ketemu ibunya malah tambah lelah ...hi...hi...#kode

Kamis, 18 April 2013

Palli-palli (빨리-빨리)



Palli-palli (빨리-빨리), satu kata yang menjadi akrab terdengar setelah berada di sinih, yang artinya Cepat-cepat. Memang orang Korea itu hobinya cepat-cepat, nggak di kerjaan atau sedang jalan-jalan semuanya jadi seperti terburu-buru kalo di lihat dari sudut pandang sayah yang Endonesyah. Pun dalam urusan tampil sexeh para kaum perempuan inginnya cepat-cepat saja. Suhu yang masih di kisaran 15-an derajat di siang hari sudah berani tampil terbuka, sedangkan sayah masih berjaket ria meski tipis saja. 
Iman, begitu juga imron makin teruji seiring datangnya musim panas. Menurut sayah dalam soal ini pilihannya hanya Ya dan tidak. Sebab Allah tidak mengenal kadang-kadang, kadang iman naik kadang turun, tidak ada itu. Ya atau tidak itu saja.....halah malah lagunya iwan fals.

Oh ya, jangan terlalu tertipu melihat gambar di atas, bisa jadi itu sesuai dengan teori Wooyaah. Dilihat dari belakang "wooww" tapi begitu tampak depan "yaaaaaah". Tapi mungkin ada yang lebih beruntung lagi dari itu, jangan-jangan ini bidadari yang turun dari langit, tapi mukanya duluan -sami mawon.

Rabu, 17 April 2013

Kimchi (김치)

Ada dua jenis makanan yang tidak sayah sukai yaitu makanan yang dingin dan kedua makanan yang rasanya asam/kecut. Dan sialnya, dua-duanya ada pada  yang namanya Kimchi. Makanan pokok orang Korea di samping nasi tentunya. Apapun menu makannya, pasti Kimchi ada sebagai pengiringnya. Entah mengapa orang Korea begitu menyukai makanan ini. Padahal bahan utama makanan ini cuma Sawi putih. Cuma memang bumbu-bumbu untuk membuatnya yang sak hohah membuat makanan ini begitu enak wal nikmat, dan sayah suka versi Kimchi yang masih baru sehingga belum ada rasa asam yang mendominasi.

Katanya Kimchi ini terdiri dari seratusan lebih jenisnya (emang gue pikirin) dan selain sawi putih ada lobak sebagai bahan utamanya. Sedangkan bumbunya terdiri dari sawi putih (배추, baechu) dan lobak (무,mu) dicampur bawang putih (마늘, maneul), cabai merah (빨간고추, palgangochu) biasanya sudah berbentuk bubuk, daun bawang (파, pa), cumi-cumi (오징어 ojingeo), tiram (굴, gul) atau makanan laut lain seperti udang , jahe (생강, saenggang), garam (소금, sogeum), dan gula (설탕, seoltang). Oh ya, cabai merah ini baru ditambahkan pada Kimchi sekitar abad ke 16 sebab pedagang cabe yang asli Portugis baru mampir Korea sekitar abad itu.
Sawi utuh yang telah di campur bumbu itu kemudian di simpan di balik timbunan salju selama musim dingin, kalo sekarang sih udah ada kulkas khusus kimchi di Korea. Dan semakin lama di simpan konon semakin kecut enak itu kimchi. Dan konon hasil fermentasi yang disebabkan adanya bakteri lackto bacillus ini lah yang menghasilkan asam laktat yang kandunganya lebih baik dari yogurt. Ternyata sawi busuk menyehatkan juga yah?

Manakah yang namanya Kimchi?

Awalnya dulu cikal bakal kimchi hanya sawi putih yang dikasih garam kemudian disimpan di gentong-gentong tanah liat yang di tanam di tanah selama musim dingin. Negara dengan empat musim memang keras bung! kalo tidak bisa menyimpan makanan untuk musim dingin ya habis lah. Panen hanya satu kali setahun dan itu harus cukup untuk dimakan selama satu tahun. Dulu waktu sayah baru datang ke Korea tahun 2010, di sambut dengan  beberapa kali topan badai di awal musim gugur. Dan itu ternyata saat itu  panen sawi gagal total, sehingga hampir-hampir mengganggu stabilitas nasional. Sampai di sidangkan secara khusus di DPR-nya Korea untuk membahas kelangkaan sawi. 
Pelajaran moralnya adalah sabotase sawi secara besar-besaran untuk melumpuhkan Korea, tanpa sawi mungkin K-Pop takan mendunia.

Sabtu, 13 April 2013

Oksusu (옥수수)


Jagung ini terbeli saat berkunjung ke Seoul Grand Park kemaren. Suhu yang masih dingin di bulan April sebab angin kencang nan dingin dari utara saya pikir sempurna bila dipadu sambil makan jagung rebus sambil melihat lalu lalang orang. Dalam bahasa Korea jagung di Sebut dengan Oksusu (옥수수), hati-hati dengan penulisan dan pengucapan yang terpisah sebab bisa menjadi multitafsir bagi jama'ah blogger yang budiman.

Kalo melihat penampilan fisik sepertinya sama dengan jagung kebanyakan di Endonesyah sanah. Bedanya mungkin hanya soal rasa, kalo alam bahasa Jawa disebut "buket" kalo dalam bahasa English Ngapak "buket mbleketaket", satu kata yang sayah belum tahu padanannya dalam bahasa Indonesia. Yang jelas rasanya seperti ketan, jadi makan satu saja sudah membikin tenang demo anarkis cacing di perut yang sempat mau bakar ban segala katanya sebab sedari pagi sayah belum sempat sarapan.

Total kerusakan (dompet) untuk menebus satu biji jagung di sini cukup murah hanya 2.000 won saja atau sekitar 17ribu Ripis, heh? Kok jadi mahal yah? 
Satu lagi jangan lupa tidak seperti  semangka, ternyata jagung yang dijual dimanapun tidak ada versi yang non biji.

Rabu, 10 April 2013

Traffic Light



Tidak pernah ada suara klakson yang memekakan telinga. Begitulah yang sayah rasakan selama ini di Korea. Padahal orang Korea terkenal selalu ingin cepat-cepat dalam segala hal. Tak ada istilah nyate, semuanya ngebut terutama dalam hal kerja. Padahal punya puser juga seperti orang Endonesyah sana. Berjalan pun semua serba cepat, meski acaranya cuma jalan-jalan tapi tetep aja jalannya cepet bener. Kalo di Endonesyah jalannya persis seperti orang manggil bidan untuk melahirkan ato pas kebelet pipis buanget mau ke toilet. Sayah aja di sini kalah terus jalannya sama nenek-nenek. 
Di sini pengendara sangat menghormati sekali para pejalan kaki. Meski menyebrang mendadak pun tak pernah itu suara klakson yang menjerit atau umpatan si supir meski mereka harus mengerem mendadak. Tentu saja menyebrangnya di zebra cross, dan kayaknya semua ora mematuhinya jarang yang nyebrang sembarangan. 

Di traffic light pun begitu, meski semua orang ingin cepat-cepat tapi jarang terdengar suara klakson saat lampu hijau mulai nyala beda di kampung sanah yang seakan lampu hijau itu sebagai pertanda dimulainya koor klakson bersama. Telat maju setengah detik aja dijamin kuping budeg. 
"menyebalkan!" begitulah kira-kira kata yang tepat saat di traffic light, ditambah lagi sekali kena lampu merah di traffic light berikutnya pun biasanya kena merah lagi dan itu menjadi "menyebalkan kuadrat" bila kita lagi tergesa ke suatu tempat.

Tetapi baiklah, meski menyebalkan tetapi ada uniknya juga kalo di Endonesyah. Endonesyah memang unik dan terkenal kreatif. Traffic light bukan saja sebagai pengatur lalu lintas saja melainkan juga sekaligus lapangan kerja. Ribuan orang banyak yang menggatungkan hidupnya pada traffic light ini, mulai dari penjual minuman/makanan, pengamen bahkan pengemis. Jadi sebenarnya tidaklah sulit bagi pemerintah untuk membuka lapangan kerja, tinggal buatlah traffic light sebanyak-banyaknya kalo perlu 10 meter satu dan bila perlu sekalian kantornya juga.....

Selasa, 09 April 2013

Pengemis



Di Subway meski jarang sekali di temui tetapi ada juga pengemis ternyata. Kemaren sayah menemukan ketika menuju Seoul, seorang kakek tua dengan bertongkat dan kacamata hitamnya, mirip seperti aksesoris khas pengemis di Endonesyah bedanya di sini pakaiannya lebih rapi. Tongkat dan kacamatanya sebagai penanda kalau beliaunya buta atau pura-pura buta seperti pengemis yang banyak ditemui di kereta di Endonesyah sana. Untuk itu sayah gak mau menuduh lebih lanjut, cuma sekilas sayah liat ketika pindah gerbong kakek tua ini begitu tepat sekali memencet tombol pintu otomatis antar gerbong tanpa meraba terlebih dulu  mungkin saking sudah hapalnya, mungkin.

Beda dengan di Endonesyah sana pengemis kereta ini tidak mendatangi satu persatu penumpang untuk menyodorkan wadah uangnya dan tetap menunggu sampai ada kode untuk berpindah apa bila tida memberi  tetapi orang ini terus saja berjalan lurus di tengah-tengah gerbong tanpa mempedulikan ada yang memberi atau tidak. Kepasrahan tingkat tinggi! meminta tapi seperti tidak berharap dan tidak memaksa pula, tak heran bila jarang sekali yang memberi kalopun ada biasanya orang asing saja, itu pun tidak seberapa.

Model pengemis cuek ala Korea ini memang jadi tidak merepotkan kami para calon customernya. Tidak perlu repot-repot untuk menyiapkan allibi tidak memberi, atau 1001 alesan lainnya semisal dalam bahasa Spanyol :
 "Sanese pak!"
Ataupun sampe repot-repot mengeluarkan energi yang tidak perlu dengan menghardiknya.
Baiklah, inti dari postingan ini adalah janganlah takut bepergian tanpa uang receh , itu saja. -in Korea of course-


Sabtu, 06 April 2013

Nenek penjual ituh...



Anseong, Korea. Setiap kali mampir setiap minggunya ke World Food, satu toko di kota kecil Anseong yang menjadi langganan kami para buruh migran dari beberapa negara karena memang menyediakan berbagai bahan makanan dari beberapa negara termasuk Endonesyah. Ada satu pemandangan yang menarik perhatian sayah yaitu keberadaan seorang Nenek tua penjual makanan kecil. Simbah ini berjualan kaki lima di pinggir jalan  di depan seberang pintu sebuah pasar sebab tak punya kios permanen. Tenda-tenda di belakang ituh adalah milik para pedagang yang datang saat hari pasaran yang biasanya tiap 5 hari sekali, mirip di Jawa yang sesuai dengan hari pasaran. Jadi kalo bukan hari  pasaran Nenek tua ini berjualan sendirian di sisi jalan ini. 
Yang hebat dari nenek tua ini berjualan terus tiap hari di empat musim yang berbeda. Di Musim dingin kemaren pun sayah liat tetep jualan meski suhu udara mencapai -14, hanya menggunakan box kardus untuk duduk dan jaket tebal untuk menahan dingin tanpa pemanas sama sekali. Dan yang lebih hebat lagi dari itu adalah selama dua tahun lebih dam tiap minggu melewati nenek tua ini, sayah tidak pernah sekalipun melihat ada seorang  pembeli yang mampir untuk membeli daganganya meski di hari pasaran sekalipun termasuk sayah.

Jogja, Endonesyah. Suatu sore menjelang magrib atau malah tepatnya saat adzn magrib mengumandang datanglah sesosok nenek tua -dengan jalan yang kepayahan dan sedikit membungkuk- di rumah kontrakan sayah di Jogja. Rupanya nenek ini menggendong sesuatu dibelakang, beberapa sisir pisang yang di tempatkan di wadah yang dinamalan Tenong kalo di Jogja, kalo di daerah sayah namanya Rinjing. Nenek ini berusaha menyakinkan sayah dan istri untuk membeli dagangan pisangnya dengan dalih udah sore dan dagangan belum laku. Atas nama kasihan maka sayah menyuruh istri sayah untuk membelinya meski dengan harga yang lebih mahal -ditawar tidak mau- dibandingkan di warung dan dengan kondisi pisang yang sudah memprihatinkan. Baiklah, sayah lega saat itu sebab rasanya telah meringankan gendongan seorang nenek tua yang kepayahan di waktu maggrib. 
Tapi ternyata tidak sodarah-sodarah, kelegaan sayah itu berubah di hari-hari berikutnya. Ternyata nenek tua itu tiap hari datang ke kontrakan sayah di waktu dan gelombang  yang sama  dagangan yang sama. Kesimpulanya itu hanya modus saja dengan modal tua nan kepayahan dikombinasikan dengan waktu maghrib yang menggesa, sempurna sudah. Sayang tidak diimbangi dengan ritme waktu yang pas.

Sampai di sini sayah telah gagal untuk ikhlas dan sabar.

Jumat, 05 April 2013

Enam Aprilkoe

Satoe tempoh iang mingsieh Ik ingat betoel dalem Ik poenja oeteg ijalah tempoh mengadjie di satoe Musholla van Ik poenja kampoeng. Sehabies itoe sholat djama'ah maghrieb tertoenaikan tibalah tempoh iang Ik nantie-nantieken itoe poen. Satoe aktifitiet mengadjie iang soeda djamak kami para jongen ketjiel lakoekan. Bedanjah boewat Ik ijalah tempoh mengadjie itoelah soewatoe tempoh iang bisa dimanfaatken oentoek  berdekatan dengan itoe Nonie tjantiek poedjaan atie, djarak iang hanja dipisahken dengan lebar medja ngadjie satoe meter itoe sehingga bisa poewas atie memandang tjantiek wadjahnja. 

Sesekali tempoh djoewa bisa beradoe itoe pandangan mata meski tjoema sepersekian detik, tidak bisa lebih dari itoe satoe detik poen sebab di tengah-tengah diantara kami doedoeklah ia satoe oknuum goeroe ngadjie  kami iang berdjoeloek Kjai Ahmad Bahawie, iang bila lengah sedikiet sahadja tidak bisa  mendjaga  itoe pandangan mata maka satoe hoekoeman akan tertimpakan jaitoe menjikat bersih tempat woedloe. 
Meskie tjoema memandang sahadja tapi soedah tjoekoep sebagih pengganggoe tidur iang haibat nan membabie broetal itoe poen. Satoe oedjian bagi kami kaoem Jongen ketjiel iang terlempaoe tjepat berakhil baligh.....


Dan kini duapuluhampat tahun kemudian sayah masih bisa memandang lekat-lekat san pujaan hati saat kecil itu, bahkan tanpa sekat yang menghalangi sebab telah menjadi pendamping hidup dan Ibu bagi anak-anaku. 

Selamat Ulang tahun bu.......-tak bosan-bosan tiap ulang tahun  mengucap- Terima kasih telah mendampingiku selama ini....Love You 언쟤가지나사랑햬.....

Selasa, 02 April 2013

Tentang-Nya


Pangkal agama ialah makrifat tentang Dia, kesempurnaan makrifat (pengetahuan) tentang Dia ialah membenarkan-Nya, kesempurnaan pembenaran-Nya ialah mempercayai Keesaan-Nya, kesempurnaan iman akan Keesaan-Nya ialah memandang Dia Suci, dan kesempurnaan Kesucian-Nya ialah menolak sifat-sifat-Nya, karena setiap sifat merupakan bukti bahwa (sifat) itu berbeda dengan apa yang kepadanya hal itu disifatkan, dan setiap sesuatu yang kepadanya sesuatu disifatkan berbeda dengan sifat itu. Maka barangsiapa melekatkan suatu sifat kepada Allah (berarti) ia mengakui keserupaan-Nya, dan barangsiapa mengakui keserupaan-Nya maka ia memandang-Nya dua, dan barangsiapa memandang-Nya dua, mengakui bagian-bagian bagi-Nya, dan barangsiapa mengakui bagian-bagian bagi-Nya (berarti) tidak mengenal-Nya, dan barangsiapa tidak mengenal-Nya maka ia menunjuk-Nya, dan barangsiapa menunjuk-Nya (berarti) ia mengakui batas-batas bagi-Nya, dan barangsiapa mengakui batas-batas bagi-Nya (berarti) ia mengatakan jumlah-Nya.
Barangsiapa mengatakan "dalam apa la berada", (berarti) ia berpendapat bahwa la bertempat, dan barangsiapa mengatakan "di atas apa la berada" maka ia beranggapan bahwa la tidak berada di atas sesuatu lainnya.
la Maujud tetapi tidak melalui fenomena muncul menjadi ada. la ada tetapi bukan dari sesuatu yang tak ada. la bersama segala sesuatu tetapi tidak dalam kedekatan fisik. la berbeda dari segala sesuatu tetapi bukan dalam keterpisahan fisik. la berbuat tetapi tanpa konotasi gerakan dan alat. la melihat sekalipun tak ada dari ciptaan-Nya yang dilihat. la hanya Satu, sedemikian rupa sehingga tak ada sesuatu yang dengannya la mungkin bersekutu atau yang mungkin la akan kehilangan karena ketiadaannya.

(Nahjul Balaghah, Ali bin Abi Thalib)