Kamis, 05 April 2018

LDR

Kami memang ditakdirkan -atau lebih tepatnya menakdirkan diri- untuk LDR-an. Dulu sebelum kena gusur perluasan kilang Pertamina rumah kami bertetangga, dekat sekali berjarak hanya seperlemparan batu saja. Teman sepermainan di waktu kecil. Ketika benih cinta mulai tumbuh sayah malah memilih menjauh, malu kalo ketemu. Aneh.
Kalo terpaksa bertemu secara tak sengaja paling cuma senyum yang terlempar, tak ada sepatah kata pun terlontar. Lalu bagaimana berkomunikasi? Surat.Lewat surat yang kami titipkan pada seseorang lah yang melancarkan komunikasi kami. Sayah ingat betul, waktu itu kami masih SMP, masih terlalu dini untuk berpacaran. Orang tua pasti melarang, dan suratlah lah yang menyelamatkan kami. Itu kisah pertama LDR kami berdua.

Kisah LDR kami yang kedua saat masa SMA. Setelah gusuran rumah kami terpisah tapi masih satu kecamatan. Meski masih cukup dekat tapi kami masih jarang bertemu. Sesekali bertandang ke rumah, selebihnya cuma lewat telepon.

LDR yang ketiga kami saat sama-sama kuliah. Kebetulan saya memilih kuliah di Solo dan istri sayah kuliah di Jogja. Cuma dua kali seminggu kami bertemu. Selebihnya lewat surat dan lewat telpon.

Lalu yang terakhir kisah LDR kami ya yang sekarang ini kami jalani. Tahun ini memasuki tahun kedelapan kami LDR-an setelah menikah sekira 18 tahun lalu itu.

Dan hari ini temen sepermainan waktu kecil sayah, pacar waktu SMP sampai Kuliah dan partner sejati LDR-an sayah tengah berulang-tahun. Selamat ulang tahun Enam Aprilku, teman hidup selamanya, menualah bersamaku. Ketika orang lain baru menemukan teman hidup setelah menikah, maka beruntunglah kami yang telah menjadi teman hidup jauh sebelum menikah dan setelahnya.......selamanya.